PEMERINTAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
KECAMATAN .........
...... ........ KAMPUNG .......................
PERATURAN KAMPUNG .......................
KECAMATAN .........
...... ........ KABUPATEN LAMPUNG
TENGAH
NOMOR :
TAHUN 2015
TENTANG :
PENDIRIAN BADAN USAHA MILIK KAMPUNG (BUMK) ......... ..............
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KAMPUNG .......................
Menimbang
Mengingat
|
:
:
|
a. Bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; dan
c. Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Pembentukan dan penglolaan BUMK serta dalam upaya meningkatkan pendapatan
kampung dan masyarakat, Pemerintah Kampung dapat membentuk Badan Usaha milik
Kampung sesuai dengan kebutuhan dan potensi kampung.
d. Bahwa untuk pelaksanaan yang dimaksud pada huruf (a)
di atas, perlu menetapkan Peraturan Kampung tentang Pendirian Badan usaha
Milik Kampung (BUMK).
1. Undang-undang Nomor 28 Tahu 2959 tentang Penetapan
Undang-undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom
Kabupaten-kabupaten dalam lingkungan provinsi Sumatera Selatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 55, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1091) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 182);
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014, Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5495);
4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 244 Tahun 2014,
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana tetalh beberapa
kali diubah, terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2015, Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 292 Tahun
2014, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Kampung (Lembar Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 123);
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010
tentang Badan Usaha Milik Kampung (BUMK)
8. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan transmigrasi Nomor 02 Tahun 2015 tentang Pedoman, Tata Tertib
dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Nomor 159 Tahun 2015);
9. Peraturan Menteri Desa, Daerah tertinggal dan
Transmigrasi Nomor 04 Tahun 2015 tentang Badan permusyawaratan Kampung (BPK)
(Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 03 Tahun 2015, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 03);
10. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah nomor 03
Tahun 2015 tentang Badan permusyawaratan Kampung (BPK) (Lembaran Daerah Kabupaten
Lampung Tengah Nomor 03 Tahun 2015, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Lampung Tengah Nomor 03);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah nomor 14
Tahun 2015 tentang Pedoman Pembentukan dan Pengelolaan BUMK (Lembaran Daerah
Kabupaten Lampung Tengah Nomor 14 Tahun 2015, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Lampung Tengah Nomor 14).
|
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG .......................
Dan
KEPALA KAMPUNG .......................
MEMUTUSKAN :
|
||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN KAMPUNG TENTANG PENDIRIAN BADAN USAHA
MILIK KAMPUNG (BUMK)
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Kampung ini, yang dimaksud dengan :
1. Kampung adalah Kampung, dan Kampung Adat adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem Penerintahan Negara Republik Indonesia.
2. Badan Usaha Milik Kampung, selanjutnya disingkat BUMK
adalah badan melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari
kekayaan kampung yang dipisahkan guna mengelola aset jasa pelayanan, dan usaha
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat kampung.
3. Pemerintah Kampung adalah Kepala Kampung dibantu
perangkat kampung sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.
4. Badan Permusyawaratan Kampung, yang selanjutnya
disingkat BPK adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk kampung berdasarkan keterwakilan
wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
5. Kuangan kampung adalah semua hak dan kewajiban kampung
yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban kampung.
6. Aset kampung adalah barang milik kampung yang berasal
dari kekayaan asli kampung, dibeli atau diperoleh atas beban anggaran
pendapatan dan belanja kampung atau perolehan hak lainnya yang sah.
7. Peraturan kampung adalah peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Kepala Kampung setelah dibahas dan disepakati bersama
Badan permusyawaratan Kampung.
8. Musyawarah kampung adalah musyawarah antara Badan
permusyawaratan Kampung, Pemerintah Kampung dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh badan permusyawaratan Kampung untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis.
9. Kesepakatan Musyawarah Kampung adalah suatu hasil
keputusan dari musyawarah kampung dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan
dalam berita acara kesepakatan musyawarah kampung yang ditandatangani oleh Ketua
Badan Permusyawaratan Kampung dan Kepala Kampung.
10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung, yang
selanjutnya disingkat APBK adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
kampung.
BAB II
PENDIRIAN BUMK
Pasal 2
Pendirian BUMK dimaksudkan
sebagai upaya menampung seluruh kegiatan dibidang ekonomi dan/atau pelayanan
umum yang dikelola oleh kampung dan/atau kerjasama antar-kampung.
Pasal 3
Pendirian BUMK bertujuan :
a. Meningkatkan perekonomian kampung;
b. Mengoptimalkan aset kampung agar bermanfaat untuk kesejahteraan
kampung;
c. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan
potensi ekonomi kampung;
d. Mengembangkan rencana kerjasama usaha antar kampung
dan/atau dengan pihak ketiga;
e. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung
kebutuhan layanan umum warga;
f. Membuka lapangan kerja;
g. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi kampung; dan
h. Meningkatkan pendapatan masyarakat kampung dan
pendapatan asli kampung.
Pasal 4
Kampung dapat
mendirikan BUMK berdasarkan Peraturan Kampung tentang pendirian BUMK.
a. Kampung dapat mendirikan BUMK atas inisiatif
Pemerintah Kampung dan/atau masyarakat kampung;
b. Potensi usaha ekonomi kampung;
c. Sumber daya alam di kampung;
d. Sumber daya manusia yang mampu mengelola BUMK; dan
e. Penyertaan modal dari pemerintah kampung dalam bentuk
pembiayaan dan kekayaan kampung yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian
dari usaha BUMK.
Pasal 5
(1) Pendirian BUMK sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
disepakati melalui musyawarah kampung, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pembentukan
dan pengelolaan BUMK.
(2) Pokok bahasan yang dibicarakan dalam musyawarah
kampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pendirian BUMK sesuai dengan kondisi ekonomi dan
sosial budaya masyarakat;
b. Organisasi penglola BUMK;
c. Modal usaha BUMK; dan
d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMK.
(3) Hasil kesepakatan musyawarah kampung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman bagi Pemerintah Kampung dan Badan
Permusyawaratan Kampung untuk menetapkan Peraturan Kampung tentang Pendirian
BUMK.
Pasal 6
(1) Dalam rangka kerjasama antar-kampung dan pelayanan
usaha antar-kampung dapat dibentuk BUMK bersama yang merupakan milik 2 (dua)
kampung atau lebih.
(2) Pendirian BUMK bersama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disepakati melalui musyawarah antar-kampung yang difasilitasi oleh badan
kerjasama antar-kampung yang terdiri dari :
a. Pemerintah Kampung;
b. Anggota Badan Permusyawaratan Kampung;
c. Lembaga Kemasyarakatan Kampung
d. Lembaga kampung lainnya; dan
e. Tokoh masyarakat dengan memperhatikan
(3) Ketentuan mengenai Musyawarah
Kampung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berlaku secara mutatis mutandis
terhadap pendirian BUMK bersama.
(4) BUMK bersama ditetapkan dalam
Peraturan Bersama Kepala Kampung tentang Pendirian BUMK bersama.
BAB III
PENGURUS DAN PENGELOLAAN BUMK
Bagian Kesatu
Bentuk Organisasi BUMK
Pasal 7
(1) BUMK dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan
hukum.
(2) Unit usaha yang berbadan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal
dari BUMK dan masyarakat.
(3) dalam hal bum desa tidak mempunyai unit-unit usaha
yang berbadan hukum, bentuk organisasi BUMK didasarkan pada peraturan kampung tentang
pendirian BUMK, sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (3)
Pasal 8
BUMK
dapat membentuk unit usaha meliputi:
(1) Perseroan terbatas sebagai
persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan
usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh bum desa, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan tentang perseroan terbatas; dan
(2) Lembaga keuangan mikro dengan
andil BUMK sebesar 60 (enam puluh) persen, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro.
Bagian Kedua
Organisasi Pengelola BUMK
Pasal 9
Organisasi
pengelola BUMK terpisah dari organisasi pemerintahan kampung
Pasal 10
(1) Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUMK terdiri
dari ;
a. Penasehat;
b. Pelaksana Operasional; dan
c. Pengawas.
(2) Penamaan susunan kepengurusan organisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang
dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Pasal 11
(1) Penasehat sebagaimana dimaksud dalam pasal (10) huruf
a dijabat secara ex officio oleh
Kepala Kampung yang bersangkutan.
(2) Penasehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkewajiban :
a. Memberikan nasehat kepada Pelaksana Operasional dalam
melaksanakan pengelolaan BUMK;
b. Memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang
dianggap penting bagi pengelolaan BUMK; dan
c. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUMK.
(3) Penasehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang
:
a. Meminta penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai
persoalan yang menyangkut pengelolaan usaha kampung; dan
b. Melindungi usaha kampung terhadap hal-hal yang dapat
menurunkan kinerja BUMK.
Pasal 12
(1) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud dalam pasal
10 huruf b mempunyai tugas mengurus dan menglola BUMK sesuai dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(2) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berkewajiban :
a. Melaksanakan dan mengembangkan BUMK agar menjadi
lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat
kampung;
b. Menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi kampung
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Kampung; dan
c. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga
perekonomian kampung lainnya.
(3) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang :
a. Membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUMK
setiap bulan;
b. Membuat laporan perkembangan kegiatan unit-unit usaha
BUMK setiap bulan;
c. Memberikan laporan perkembangan unit-unit usaha BUMK
kepada masyarakat kampung melalui musyawarah kampung sekurang-kurangnya 2 (dua)
kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 13
(1) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
pasal 12 ayat (2), Pelaksana Operasional dapat menunjuk anggota pengurus sesuai
dengan kapasitas bidang usaha, khususnya dalam mengurus pencatatan dan
administrasi usaha dan fungsi operasional bidang usaha.
(2) Pelaksana Operasional dapat dibantu karyawan sesuai
dengan kebutuhan dan harus disertai dengan uraian tugas berkenan dengan
tanggung jawab, pembagian peran dan aspek pembagian kerja lainnya.
Pasal 14
(1) Persyaratan menjadi Pelaksana Operasional meliputi :
a. Masyarakat kampung yang mempunyai jiwa wirausaha;
b. Berdomisili dan menetap di kampung sekurang-kurangnya
2(dua) tahun;
c. Berkepribadian baik, jujur, adil, cakap dan perhatian
terhadap usaha ekonomi kampung; dan
d. Pendidikan minimal setingkat SMA/SMK/MA/sederajat.
(2) Pelaksana Operasional dapat diberhentikan dengan
alasan :
a. Meninggal dunia;
b. Telah selesai masa bakti sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMK;
c. Mengundurkan diri;
d. Tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga
menghambat perkembangan kinerja BUMK;
e. Terlibat kasus pidana dan telah ditetapkan sebagai
tersangka.
Pasal 15
(1) Pengawas sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1)
huruf c mewakili kepentingan masyarakat.
(2) Susunan kepengurusan Pengawas terdiri dari :
a. Ketua;
b. Wakil Ketua merangkap anggota;
c. Sekretaris merangkap anggota;
d. Anggota.
(3) Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
kewajiban menyelenggarakan Rapat Umum untuk membahas kinerja BUMK
sekurang-kurangnya 1(satu) tahun sekali.
(4) Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang
menyelenggara-kan Rapat Umum Pengawas untuk :
a. Pemilihan dan pengangkatan pengurus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2);
b. Penetapan kebijakan pengembangan kegiatan usaha dari
BUMK; dan
c. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja
Pelaksana Operasional.
(5) Masa bakti Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga BUMK.
Pasal 16
Susunan
kepengurusan BUMK sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dipilih oleh masyarakat
kampung melalui Musyawarah Kampung sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Menteri tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan
Musyawarah Kampung.
Bagian Ketiga
Modal BUMK
Pasal 17
(1) Modal awal BUMK bersumber dari APB Kampung.
(2) Modal BUMK terdiri atas :
a. Penyertaan modal kampung; dan
b. Penyertaan modal masyarakat kampung.
Pasal 18
(1) Penyertaan modal kampung sebagaimana dimaksud dalam
pasal 17 ayat (2) huruf a terdiri atas :
a. Hibah dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi
kemasyarakatan dan/atau lembaga donor yang disalurkan melalui mekanisme APBK;
b. Bantuan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten yang disalurkan melalui mekanisme APBK;
c. Kerjasama usaha dengan pihak swasta, lembaga sosial
ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga donor yang dipastikan sebagai kekayaan
kolektif kampung dan disalurkan melalui mekanisme APBK;
d. Aset kampung yang diserahkan kepada APBK sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan tentang aset kampung.
(2) Penyertaan modal masyarakat kampung sebagaimana
dimaksud dalam pasal 17 ayat (2) huruf b berasal dari tabungan masyarakat
dan/atau simpanan masyarakat.
Bagian Keempat
Klasifikasi Jenis Usaha BUMK
Pasal 19
(1) BUMK dapat menjalankan bisnis sosial (social business) sederhana yang
memberikan pelayanan umum (serving)
kepada masyarakat dengan memperoleh keuntungan finansial.
(2) Unit usaha dalam BUMK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat-guna, meliputi :
a. Air minum kampung;
b. Usaha listrik kampung;
c. Lumbung pangan; dan
d. Sumber daya lokal dan teknologi tepat-guna lainnya.
(3) Ketentuan mengenai pemanfaatan sumber daya lokal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kampung dan
teknologi tepat-guna.
Pasal 20
(1) BUMK dapat menjalankan bisnis penyewaan (renting) barang untuk melayani
kebutuhan masyarakat kampung dan ditujukan untuk memperoleh Pendapatan Asli
Kampung.
(2) Unit usaha dalam BUMK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat menjalankan kegiatan usaha penyewaan, meliputi :
a. Alat transportasi;
b. Perkakas pesta;
c. Gedung pertemuan;
d. Rumah toko;
e. Tanah milik BUMK; dan
f. Barang sewaan lainnya
Pasal 21
(1) BUMK dapat menjalankan usaha perantara (brokering) yang memberikan jasa
pelayanan kepada warga.
(2) Unit usaha dalam BUMK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat menjalankan kegiatan usaha perantara, meliputi :
a. Jasa pembayaran listrik;
b. Pasar kampung untuk memasarkan produk yang dihasilkan
masyarakat; dan
c. Jasa pelayanan lainnya.
Pasal 22
(1) BUMK dapat menjalankan bisnis yang berproduksi
dan/atau berdagang (trading)
barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan
pada skala pasar yang lebih luas.
(2) Unit usaha dalam BUMK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat menjalankan kegiatan perdagangan (trading),
meliputi :
a. Pabrik es;
b. Pabrik asap cair;
c. Hasil pertanian;
d. Sarana produksi pertanian;
e. Sumur bekas tambang; dan
f. Kegiatan bisnis produktif lainnya.
Pasal 23
(1) BUMK dapat menjalankan bisnis keuangan (financial business) yang memenuhi
kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi
kampung.
(2) Unit usaha dalam BUMK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh
masyarakat kampung.
Pasal 24
(1) BUMK dapat menjalankan usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit
usaha yang dikembangkan masyarakat kampung, baik dalam skala lokal kampung,
maupun kawasan pedesaan.
(2) Unit usaha dalam BUMK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berdiri sendiri yang diatur dan dikelola secara sinergis oleh BUMK
agar tumbuh menjadi usaha bersama.
(3) Unit usaha dalam BUMK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat menjalankan kegiatan usaha bersama meliputi :
a. Pengembangan kapal kampung berskala besar untuk
mengorganisir nelayan kecil supaya usahanya menjadi lebih expansive;
b. Kampung wisata yang mengorganisir rangkaian jenis
usaha dari kelompok masyarakat; dan
c. Kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis
usaha lokal lainnya.
Pasal 25
Strategi
pengelolaan BUMK bersifat bertahap dengan mempertimbangkan perkembangan dari
inovasi yang dilakukan oleh BUMK, meliputi :
a. Sosialisasi dan pembelajaran tentang BUMK;
b. Pelaksanaan musyawarah kampung dengan pokok bahasan
tentang BUMK;
c. Pendirian BUMK yang menjalankan bisnis sosial (social business) dan bisnis penyewaan (renting);
d. Analisis kelayakan usaha BUMK yang berorientasi pada
usaha perantara (brokering), usaha
bersama (holding), bisnis sosial (social business), bisnis keuangan (financial business), dan perdagangan (trading). Bisnis penyewaan mencakup
aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan sumber daya manusia, aspek
keuangan, aspek sosial budaya, ekonomi, politik, lingkungan usaha dan
lingkungan hidup, aspek badan hukum dan aspek perencanaan usaha;
e. Pengembangan kerjasama kemitraan strategis dalam
bentuk kerjasama BUMK antar kampung atau kerjasama dengan pihak swasta,
organisasi sosial-ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga donor;
f. Diversifikasi usaha dalam bentuk BUMK yang
berorientasi pada bisnis keuangan dan usaha bersama.
Bagian Kelima
Alokasi Hasil Usaha BUMK
Pasal 26
(1) Hasil usaha BUMK merupakan pendapatan yang diperoleh
dari hasil transaksi dikurangi dengan pengeluaran biaya dan kewajiban pada
pihak lain, serta menyusutan atas barang-barang inventaris dalam 1 (satu) tahun
buku.
(2) Pembagian hasil usaha BUMK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga BUMK.
(3) Alokasi pembagian hasil usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dikelola melalui sistem akuntansi sederhana.
Bagian Keenam
Kepailitan BUMK
Pasal 27
(1) Kerugian yang dialami BUMK menjadi beban BUMK
(2) Dalam hal BUMK tidak dapat menutupi kerugian dengan
aset dan kekayaan yang dimilikinya, dinyatakan rugi melalui musyawarah kampung.
(3) Unit usaha milik BUMK yang tidak dapat menutupi
kerugian dengan aset dan kekayaan yang dimilikinya, dinyatakan pailit sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan.
Bagian Ketujuh
Kerjasama BUMK Antar-Kampung
Pasal 28
(1) BUMK dapat melakukan kerjasama antar 2 (dua) BUMK atau
lebih.
(2) Kerjasama antar 2 (dua) BUMK atau lebih dapat
dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten.
(3) Kerjasama antar 2 (dua) BUMK atau lebih harus mendapat
persetujuan masing-masing pemerintah kampung.
Pasal 29
(1) Kerjasama antar 2 (dua) BUMK atau lebih dibuat dalam
naskah perjanjian kerjasama.
(2) Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUMK atau
lebih paling sedikit memuat :
a. Subjek kerjasama;
b. Objek kerjasama;
c. Jangka waktu;
d. Hak dan kewajiban;
e. Pendanaan;
f. Keadaan memaksa;
g. Pengalihan aset; dan
h. Penyelesaian perselisihan.
(3) Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUMK atau
lebih ditetapkan oleh Pelaksana Operasional dari masing-masing BUMK yang
bekerjasama.
Pasal 30
(1) Kegiatan kerjasama antar 2 (dua) BUMK atau lebih
dipertanggungjawabkan kepada kampung masing-masing sebagai pemilik BUMK.
(2) Dalam hal kerjasama antar unit usaha BUMK yang
berbadan hukum diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
Perseroan Terbatas dan Lembaga Keuangan Mikro.
Bagian Kedelapan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan BUMK
Pasal 31
(1) Pelaksana Operasional melaporkan pertanggungjawaban
pelaksanaan BUMK kepada Penasehat yang secara ex-officio dijabat oleh kepala kampung.
(2) BPK melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah
kampung dalam membina pengelolaan BUMK.
(3) Pemerintah kampung mempertanggungjawabkan tugas
pembinaan terhadap BUMK kepada BPK yang disampaikan melalui musyawarah kampung.
BAB IV
KEKAYAAN DAN PEMBUKUAN
Bagian Kesatu
Kekayaan
Pasal 32
(1) Kekayaan BUMK terdiri dari barang bergerak dan tidak
bergerak.
(2) Kekayaan BUMK bersumber dari ;
a. Bantuan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
daerah kabupaten
b. Pihak ketiga sebagai mitra usaha
c. Hibah dan wasiat
d. Bantuan/sumbangan pihak ketiga yang sah dan tidak
mengikat
e. Pendapatan asli kampung
f. Penyisihan keuntungan BUMK
g. Sumber-sumber lain yang sah.
Bagian Kedua
Pembukuan
Pasal 33
(1) Tahun buku BUMK dimulai dari awal januari sampai
dengan akhir Desember setiap tahun.
(2) Pelaksana Operasional diwajibkan membuat laporan
keuangan yang mencakup laporan rugi atau laba setiap tahun dan dilaporkan
kepada kepala kampung.
Pasal 34
Kepala kampung
menyampaikan laporan tahunan BUMK kepada bupati melalui camat, paling lambat 1
(satu) bulan setiap penutupan pembukuan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 35
(1) Kepala kampung mengkoordinasikan pelaksanaan
pengelolaan BUMK di wilayah kerjanya.
(2) BPK dan/atau pengawas internal yang dibentuk melalui
musyawarah kampung melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMK.
BAB VI
PEMBUBARAN
Pasal 36
(1) BUMK dapat dibubarkan dengan alasan :
a. Dinyatakan tidak memenuhi persyaratan kelayakan usaha;
b. Karena bergabung dengan BUMK lain.
(2) Pembubaran BUMK dengan alasan tidak memenuhi
persyaratan kelayakan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, maka
seluruh kekayaan dan kewajiban BUMK tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah
kampung.
(3) Pembubaran BUMK karena digabung dengan BUMK yang lain,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, maka seluruh kekayaan dan kewajiban
BUMK tersebut menjadi tanggung jawab BUMK hasil penggabungan.
Pasal 37
Pembubaran BUMK
diputuskan melalui musyawarah kampung yang dihadiri oleh pengelola BUMK
sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) dengan persetujuan BPK dan
ditetapkan dalam peraturan kampung.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Peraturan
kampung ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan kampung ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Kampung ........................
DITETAPKAN :
di .......................
PADA TANGGAL : 2016
KEPALA KAMPUNG .......................
......................
Dicatat
pada lembaran Kampung Nomor :
....................................................
Pada
tanggal :
....................................................
Pencatat
Sekretaris Kampung
................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar